Opini: Eduard Parsaulian Marpaung
Palu DPR RI telah diketuk. Dengan demikian sudah
dipastikan ibukota RI ada di Kaltim. Melihat poros Politik Indonesia dan poros
Kapital yang menguasai arus politik, sepertinya dalam jangka menengah kekuatan
politik Indonesia akan mengarak ke Timur.
Ini adalah ide yang
baik untuk pemerataan ekonomi, tapi harus hati-hati, pemindahan ibu kota tidak
semata masalah ekonomi, tapi ada masalah ekologi, politik,pertahanan keamanan, susial
dan hak azasi manusia khususnya terkait keadilan lingkungan dan ketenagakerjaan.
Ekologi
Kalimantan Timur,
memang kurang potensi untuk pertanian. mayoritas lahan rendah unsur hara dengan
lahan gambut yang menyimpan banyak gas metan. Kalimantan Timur tidak memiliki
gunung berapi yang dapat secara permanen menambah nutrisi tanah dari dalam
perut bumi. Sehingga masyarakat yang mayoritas petani, kurang meminati bercocok
tanam karena butuh usaha ganda untuk memperoleh hasil pertanian berbanding
dengan masyarakat di Jawa dan Sumatra.
Hutan Kalimantan
sebagaian besar telah rusak oleh pertambangan batu bara. Juga eksplorasi lahan
sawit yang massif. Ekplorasi industri yang menyita banyak lahan ini, tambah
memiskinkan dan mematikan lahan yang sebenarnya rendah nutrisi bagi tanah.
Untuk masa depan, lahan-lahan sawit yang terbengkalai, juga lahan bekas
eksplorasi batu bara akan menjadi lahan terbuka tandus tak berpenghuni.
mayoritas eksplorasi ini dilakukan oleh para pengusaha dari barat yang tidak
bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan.
Pemindahan ibukota
jangka panjang juga akan mengakibatkan ekplorasi pada lahan-lahan hutan yang
masih alami. Akan terjadi bencana ekologi akibat ekplorasi lanjutan terhadap
lahan hutan yang masih terjaga kelestarian flora dan fauna di dalamnya.
Pemindahan Ibukota akan mebawa banyak penyakit sosial, karena kota ini lebih
banyak mengumbar janji, padahal masyarakat yang diharapkan pindah ke Ibukota
baru ini adalah masyarakat dari barat yang mayoritas dimanja oleh alam di
barat. Harus juga diantisipasi tradisi para buruh perkotaan di barat akan
dukungan bantuan sosial dari keluarga, mereka akan dengan mudah pindah ke
pertanian, bila mengalami PHK di kota. Mayoritas orang di barat memiliki rumah
ke dua di kampung halamannya. Dengan mudah mengeksplorasi tanah yang memang
memiliki nutrisi lebih akibat alam yang bersahabat. Di Kalimantan, butuh usaha
lebih dan profesional untuk mengolah lahan pertanian yang mayoritas gambut dan
nutrisi tanah yang rendah. Butuh konsultan pertanian profesional sebagai
pendamping. Butuh modal bantuan subsidi bagi para petani pemula. Hal ini juga
perlu diantisipasi pemerintah.
Belum lagi modal
yang cekak untuk pindah ke Kalimantan Timur. Pemerintah yang semula
merencanakan pindah dengan modal asing dan swasta, ternyata terpaksa merogoh
kantong APBN, yang saat ini justru dibutuhkan untuk memfasilitasi transisi dari
ekonomi yang sekarat akibat Covid 19.
Pemerintah tidak mempersiapkan fasilitas kota yang
berkelanjutan. Fasilitas sanitasi bawah tanah untuk penampungan limbah untuk
daur ulang sebelum hasil air murni bisa dibuang ke laut atau dimanfaatkan ulang
untuk pertanian dan industri. Konsep pembangunan dengan modal yang cekak justru
akan membuat rencana pembangunan yang kota eksploitatif. Pembangunan Kota Nusantara
dikhawatirkan tidak beda dengan konsep kota-kota baru di Barat. Menimbulkan
polusi di udara, tanah dan air. Daerah Kalimantan yag Sebagian memiliki ambang
batas emisi nol, akan meningkat tajam. Laut-laut pantai yang masih penuh dengan
berbagai aneka ragam ikan yang mudah diperoleh nelayan, akan menghilang karena
limbah rumah tangga dan industry. Dikhawatirkan pemindahan ibukota baru tanpa
analisis dampak lingkungan yang konperhensif, justru akan memindahkan struktur
kehancuran alam dari barat ke timur. Ketergantungan akan investasi asing di
kota baru ini, apalagi bila tanpa konsep keberlanjutan akan menghadirkan pengembangan kota yang
eksploitatif.
Pembangunan Ibukota
Nusantara, juga harus memperhatikan rencana ketersediaan energi dan air dalam
jangka paling tidak 50 tahun ke depan untuk minimal 20 juta penambahan penduduk.
Bila tidak, industry baru dan ibukota baru yang dibangun akan menimbulkan
masalah besar. Kota ini akan tergantung banyak dari bahan bakar fosil jangka Panjang.
Tidak sesuai dengan komitmen global untuk menurunkan emisi dan pengurangan
bahan bakar fosil. Memang ada rencana membangun fasilitas dam penampung air dan
pembangkit energi tenaga air. Tapi tidak memadai untuk jangka Panjang.
Kalimantan bukan daerah pegunungan yang memiliki cadangan curah hujan yang
tinggi seperti Bogor. Atau penyimpanan air bawah tanah. Pengembangan kota di
Kaltim harus juga memperhitungkan ketersediaan air jangka Panjang. Artinya akan
ada pengalihan cadangan air dari wilayah lain yang menyebabkan
ketidakseimbangan alam baru. bahkan
rencana cadangan penggunaan penyulingan air laut yang juga bisa merusak ekosistem di
laut. Ini akan menjadikan Kalimantan Timur menjadi kota yang mahal. Yang
membutuhkan struktur Jaminan Sosial Khusus dari negara.
Politik
Lebih 70%
masyarakat saat ini tinggal dan diuntungkan dari perputaran ekonomi di Barat,
bahkan sebagian besar dari penduduk di Timur memiliki peruntungan di
Barat dan mentransfer ekonominya ke Timur.
Bukan hanya lokal
yang terpengaruh. Pemindahan ibukota ke Timur juga berdampak secara global.
Perubahan arus transportasi ke Timur akan menghemat transportasi dari
Asia ke Pasifik.
Pemindahan Ibukota
ke Timur tanpa transisi, adalah ide radikal yang sangat berbahaya secara
ekonomi dan politik. Karena, bila tidak diantisipasi akan berdampak serius
terhadap kematian perputaran ekonomi di Barat.
Hal ini disebabkan
oleh terhentinya secara mendadak perencanaan investasi jangka panjang di
wilayah Barat baik berupa bandara internasional, pelabuhan internasional, manufaktur
dan industri jangka panjang dan menengah.
Omnibus Law Ciker
adalah sebuah rencana suppoting untuk eksodus manufaktur jangka panjang dan menengah
dengan ide eazy hiring, eazy fairing, eazy moving.
Banyak para pemodal
menengah yang merupakan mayoritas investor negeri ini, tak siap untuk bertarung
jangka panjang. Juga para buruh yang menengah dan mapan dan di atas 35 tahun
bila harus pindah ke ibukota baru.
Memulai hidup dan
peruntungan di kota baru butuh waktu minimal 30 tahun. Ini berkaca dari
pembentukan kota-,kota baru di Batam, Cikarang, Tangerang. Pemindahan
Kantor Pemerintah Pusat sebaiknya dilakukan belakangan. Harus membangun
infrastruktur pemerintahan Otonom Induk Provinsi yang didukung oleh Industri
manufaktur terlebih dahulu. Karena para pegawai pemerintah akan membawa suami,
istri dan keluarga mereka yang butuh lapangan kerja. Potensi bagi buruh usia
muda untuk memulai investasi, pun para pengusaha muda, anak cucu konglomerat.
Untuk mengantisipasi
kontraksi sosial ekonomi dan politik jangka pendek dan panjang, perlu
diantisipasi dengan pembentukan 2 dua Pemerintahan Induk Provinsi.
Provinsi Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kedua Induk Provinsi
bentukan ini diberi status Otonomi khusus. Induk Provinsi Timur berpusat
di Kaltim dan Induk Provinsi Barat di Jakarta.
Posisi dari kepala
daerah, adalah setingkat Menteri yang memiliki perwakilan DPRD sendiri. Kepala
daerah dipilih oleh DPRD hasil pemilu Induk Provinsi Besar.
Pemindahan Ibukota
saat ini tidak mempertimbangkan masalah strategi jangka menengah dan panjang.
Karena dengan perpindahan poros transportasi global ke Timur indonesia, bila
tidak ada antisipasi kekuatan ekonomi politik di Barat, maka akan mengakibatkan
matinya transportasi udara dan laut di teluk Jakarta, Surabaya dan
Bandara Cengkareng.
Bila ada antisipasi
pemerintahan bagian Induk Provinsi Otonom, maka akan ada keseimbangan transisi
yang harus dibayar. Tidak menjadi politisi yang arogan dan egois. Pergi melongos
dan meninggalkan rakyat Barat tanpa proses transisi yang adil.
Ketenagakerjaan
Pemindahan ibukota
baru, akan menimbulkan persoalan baru bagi ketenagakerjaan. Perpindahan massif
para buruh muda dari Barat ke Timur ini, akan menimbulkan keterkejutan ekonomi.
Tambahan subsidi keluarga sebagai rumah kedua penopang masalah sosial ketika
terjadi guncangan akibat PHK, atau bencana ekonomi seperti Covid-19 akan sulit.
Apalagi bila keluarga penopang tidak ikut pindah dan menjual asetnya untuk
pindah ke Nusantara. Artinya Negara harus memfasilitasi jaminan sosial khusus
di Ibukota Negara baru ini. Bahkan sampai saat ini, teritori Ibukota Nusantara
belum jelas. Apakan masuk dalam bagian provinsi Kalimantan Timur, atau menjadi
satu Kawasan Provinsi Ibukota baru. Bila tidak ada penegasan batas wilayah
otoritas otonomi dan kewenangan, maka akan mempersulit kinerja Ketua Otorita
saat ini untuk melakukan kinerja. Belajar dari Batam yang memiliki banyak
masalah tumpeng tindih kewenangan dan penganggaran, sebaiknya Pemerintah pusat
segera memutuskan luasan wilayah dan strategi jangka panjang peta perencanaan.
Tidak bisa cuma punya konsep bangun bangunan ibukota tanpa integrasi
perencanaan pembangunan kawasan integrasi.
Membangun Kota
artinya akan membangun berbagai fasilitas terintegrasi: Kawasan Industri, Kawasan
wisata, Kawasan belanja, Kawasan hunian berbagai golongan dan kluster ekonomi, Kawasan
pergudangan, Kawasan industry pertahanan, Kawasan ketersediaan support konsumsi
dan pertanian, Kawasan pusat bisnis
terintegrasi, dll. Kawasan ini harus
dipetakan dalam jangka Panjang untuk menampung lebih dari 20 juta penduduk dalam
berbagai Kawasan dan fasilitas. Pemetaan ini harus dibuat dengan cakupan minimal seluas DKI, dengan
dukungan daerah terintegrasi dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan
di daerah. Bila master plan ini bisa dibuat, barulah bisa memarket kota ini
keberbagai investor. Karena memiliki strategi jangka pendek, menengah dan Panjang.
Kawasan Nusantara
harus terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur. Harus ada lobby ke Pemerintah
Provinsi untuk memetakan cakupan wilayah baru di Kalimantan. Bila tidak, pengembangan
ibukota baru, hanya cuma konsep, yang tak akan bisa di design sebagai sebuah
kota yang berkelanjutan di masa datang. Kota ini hanya akan jadi kota bajakan baru
dalam rangka pemenuhan pundi-pundi para kroni birokrat dan politik.
Bagaimana memiliki
konsep ingin mengundang para investor dan pekerja muda dengan berbagai kemudahan
ekonomi dan sosial, bila daerah yang dipromosikan adalah bagian daerah yang
terikat secara kebiojakan ke Kepala Provinsi. Bukankan wewenang promosi ini
seharusnya diperankan oleh Gubernur Kaltim. Bila tidak ada kebijakan pemetaan
dan pemisahan wilayah Provinsi, Ibukota Nusantara justru akan menimbulkan
konflik baru di masyarakat dan birokrasi.
Sulit mengharapakan
kebijakan fasilitas transisi ketenagakerjaan di Ibukota Nusantara bila tidak
ada pemisahan daerah. Karena bila pemerintah melakukan kebijakan berbeda yang
disebut wilayah otorita, aka nada protes dari DPRD setempat. Promosi Presiden
untuk menawarkan kalangan muda pindah ke IKN, hanya akan dimaknai sebagai
penawaran yang tidak serius. Ketua Otorita, hanya akan jadi pemimpin wilayah
yang memakan fasilitas negara tanpa kinerja. Karena akan sulit mendapatkan
dukungan kinerja karena tidak memiliki wewenang. Seharusnya ketika DPR mengetuk
palu pemindahan Ibukota ke IKN, sudah ada segera susulan UU kewilayahan Ibukota
IKN, dengan cakupan provinsi dan kewenagan khusus daerah dan wilayah otonom.
Pemerintah harus
membuat kebijakan support transisi khusus di daerah IKN terkait tambahan
manfaat jaminan kepastian kerja, fasilitas upah, tunjangan perumahan, tunjangan
keluarga muda, tunjangan fasilitas bagi keluarga senior yang memiliki anak usia
produktif, fasilitas pendamping pertanian, tunjangan khusus untuk melahirkan
dan sekolah anak, jaminan kemudahan perbankan untuk kemudahan berusaha, jaminan
ketersediaan fasilitas air-listrik-pengelolaan limbah padat dan cair murah berkelanjutan,
dll. Dengan berbagai fasilitas ini, aka ada
kepastian kenyamanan dan jaminan khusus. Dengan syarat Provinsi ini terpisah
dengan otonomi khusus dan luas. Sehingga pemimpin daerah ini memiliki kreativitas
dan kemudahan membangun sebuah Kawasan terintegrasi yang berwawasan
keberlanjutan yang langsung berhubungan dengan Pemerintah Pusat.
Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan
Indonesia tak bisa dipandang remeh. Pemindahan ibukota baru yang langsung
berdekatan dengan salah satu negara adikuasa baru Cina, akan menimbulkan
ketegangan baru bila hubungan diplomatic tidak ditatakelola dengan baik.
Indonesia, tidak bisa dipandang remeh di kancah pertahanan global karena
memiliki kemandirian sebagian alat pertahanan senjata. Mampu membuat berbagai
kendaraan tempur taktis di laut dan darat, bahkan merencanakan membuat pesawat
tempur sendiri bekerjasama dengan Korea Selatan. Bahakan memiliki beberapa
fasilitas nuklir modern, kendati non senjata dan kemampuan mandiri
mengembangkan rudal jarak pendek dan menengah yang dengan mudah diaplikasi
menjadi senjata pemusnah baik nuklir maupun semi nuklir.
Pemindahan ibukota
baru dengan pulau yang langsung berhadapan laut dengan laut yang bersengketa
secara langsung dengan Cina di Laut Natuna, akan menimbulkan ketegangan jangka panjang
bila pendekatan soft diplomatic tidak dikelola dengan baik.
Sudah pasti,
pemindahan ibukota baru ini akan juga memprioritaskan pemindahan strategi
pengembangan pertahanan keamanan. Akan ada focus pengembangan industry pertahanan
baru di pulau ini. Seperti fasilitas latihan tempur, industry persenjataan dan
kendaraan tempur laut, darat dan udara, sekolah dan akademi pertahanan, dll. Hal
ini akan menimbulkan ketegangan baru dan kecurigaan baru. Kemitraan selama ini
akan pengembangan kemandirian pertahaan yang lebih ke barat dan Korea Selatan
yang juga mitra Barat, akan dipantau oleh kelompok negara yang berbatasan dari
blok Cina dan Korea Utara. Atau bahkan bisa sebaliknya, Cina akan menggunakan soft
powernya menawarkan kerjasama yang lebih mudah untuk pengembangan
kemandirian pertahanan Indonesia dalam rangka kemitraan jangka panjang negara bertetangga
yang menimbulkan kecurigaan Barat. Karena mudah dan menguntungkan bagi Cina
melakukan pendekatan pertahanan, karena sudah lebih penetrasi melalui
pendekatan investasi ekonomi. Indonesia harus menjaga semua kepentingan, agar
tidak menjadi boomerang di masa depan.
Ada banyak
pertimbangan lainnya yang harus didesign secara konperhensif Bersama semua
pemangku kepentingan, karena pemindahan Ibukota Baru tak semudah pindah rumah.
Semoga tulisan ini bisa menjadi masukan untuk semua pengambil kebijakan.