konsolidasi buruh

Senin, 22 Juli 2024

Pensiun dan Perlindungan Kesejahteraan Sosial

 

Opini Pikiran: Eduard Parsaulian Marpaung

I. Pendahuluan

Pensiun identic dengan masa-masa suram, tak punya penghasilan, tidak ada perhatian dan perawatan, terlantar, gelandangan dan miskin. Akan beruntung bila memiliki keluarga, atau keluarga yang peduli dan bersedia menyokong secara finansial, membantu perawatan, menemani di masa tua. Tidak sedikit kejadian orang tua terlantar, gelandangan, miskin, terbuang dan bahkan hingga meninggal tanpa pertolongan.

Akan terlihat kontras bagi yang memiliki finansial cukup dan memiliki persiapan kemampuan untuk menyediakan perawatan di masa pensiun dan jompo. Dapat menghuni panti yang memiliki fasilitas perawatan dan lingkungan yang baik, atau bisa dirawat di tempat mandiri dengan asisten yang memadai.

Di berbagai negara, usia pensiun sudah diperpanjang, mengingat banyaknya orang tua yang masih memiliki kemampuan fisik memadai harus berhenti beraktifitas secara fungsional, padahal masih memiliki kemampuan fisik yang memadai untuk mengerjakan pekerjaan yang sesuai. Penting negara hadir untuk memastikan jaminan sosial  dan bantuan sosial melindungi para pensioner dan jompo untuk dapat perlindungan yang layak sebagai manusia.

Pasal 34 ayat 1 UUD 1945: Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Negara harus hadir dan menjamin ketersediaan kesejahteraan bagi para pensiunan dan orang jompo untuk mengakses kesejahteraan secara kemanusiaan.

II. Fase Pensiun

  1. Masa  Pensiun

Usia pensiun buruh swasta ditetapkan 56 tahun dan bisa berjenjang sesuai kesepakatan  sampai maksimal usia 60 tahun, dan akan terus meningkat sesuai usia harapan hidup. Bahkan Pegawai negeri sudah mencapai 60-70 tahun sesuai dengan jabatan fungsional yang diemban. Semakin tua usia, maka pemeliharaan kesehatan semakin mahal, biaya kehidupan juga semakin tinggi seiring berkurangnya fungsi-fungsi motorik sehingga membutuhkan banyak bantuan. Sementara penghasilan semakin terbatas, bahkan untuk sebagian Lansia tidak sama sekali memiliki penghasilan. 

  1. Pemasalahan  Finansial

“Baby Boomers” , saat ini sudah memasuki fase menua dan pensiun. Generasi ini adalah generasi dengan angka kelahirn tertinggi. Namun persiapan finansial bagi kelahiran 70 an dengan persiapan jaminan pensiun swasta yang terlambat. Mayoritas bekerja secara kontrak dan outsoursing, tidak membayar jaminan pensiun dan JHT. Uang pesangon juga tidak memadai untuk dipakai dalam rangka persiapan pensiun. Kekhawatiran akan banyaknya korban keterlantaran para orang tua harus diantisipasi semua kalangan terutama pemerintah.

Pentingnya merencanakan keuangan untuk masa pensiun.

Perencanaan keuangan untuk masa pensiun tentunya harus dimanage oleh negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Seharusnya pemerintah focus melakukan peningkatan pemasukan untuk menambah kontribusi bagi tabungan jaminan hari tua, pensiun dan kepastian pemenuhan kerja layak untuk kepastian pesangon. Pemerintah akan kedodoran bila keuangan dipersiapkan sendiri hanya melalui anggaran bantuan sosial.

 

  1. Perlindungan Kesejahteraan Sosial

Bagi para pensiunan pegawai negeri perlindungan jaminan Kesehatan dapat disupport melalui anggaran jaminan pensiun yang masih diterima. Namun bagi buruh swasta dan informal, ini akan bermasalah. Pemerintah harus memastikan bagi pensiunan swasta dan informal yang usia pensiun otomatis dicover oleh PBI. Sehingga Kesehatan baik mental dan fisik mereka dapat terjamin di masa tua.

Negara melalui Kemensos dan BPJS harus bekerjasama memberi manfaat dan bantuan sosial bagi pensiunan dan jompo yang diterlantarkan dipelihara oleh negara dengan fasilitas yang manusiawi.

Selain itu dukungan keluarga dan masyarakat juga dibutuhkan dalam rangka inisiatif swasta maupun keluarga untuk membantu negara memfasilitasi dukungan pemenuhan hak para jompo dan pensiunan untuk dapat memperoleh penghidupan dan kesejahteraan yang layak untuk kemanusiaan.

IV. Kesimpulan

Kasus meninggalnya orang tua lanjut usia di Jonggol adalah kasus yang sangat menggetarkan nilai kemanusiaan. Keterlambatan negara dalam merespon keterasingan dan kemiskinan, kendati berada di rumah mewah. Pasangan ini menderita berdua dan akhirnya  meninggal dunia tanpa sepengetahuan dan fasilitasi yang layak menjelang akhir hayatnya. Anak, Masyarakat terdekat Gereja, tak melaporkan adanya keterlantaran ke pemerintah setempat, sehingga negara tak dapat dipersalahkan. Negara perlu segera membuat peraturan terkait keterlibatan unsur pemerintah, untuk pelaksanaan perlindungan bagi fakir miskin dan anak terlantar. Perlu dibentuk gugus tugas di Kementerian Sosial bekerjasama dengan unsur lintas departemen dan organisasi sipil kemasyarakatan.

Peningkatan kontribusi  jaminan sosial melalui penguatan keuangan negara dari berbagai sumber perlu diinisiatipi segera agar penganggaran bagi kesejahteraan sosial dapat berkesinambungan.

Pendidikan dan kampanye kesadaran dan solidaritas  masyarakat untuk peduli bagi perlindungan fakir miskin dan anak terlantar perlu diintervensi melalui kegiatan-kegiatan berbasis kearipan lokal dan budaya setempat.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar