konsolidasi buruh

Sabtu, 20 Maret 2021

Mewujudkan Keadilan Sosial melalui Perbaikan Kinerja BPJS Kesehatan

OPINI: EDUARD PARSAULIAN MARPAUNG

Mengingat kembali tujuan deklarasi kemerdekaan Indonesia dengan kutipan pembukaan UUD 1945:

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dan mengutip pertimbangan dari tujuan Sistem Jaminan Sosial diadakan:

Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur; b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja;

Bangunlah Jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.  Kita mengenal pepatah, “di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Untuk memenuhi kesejahteraan nya, seseorang perlu ditunjang oleh kesehatan fisik dan jiwa.

Berturut-turut tahun 2018 dan 2019 BPJS Kesehatan dirundung devisit, dan di tahun 2020 terdapat sedikit surplus ditunjang oleh kenaikan iuran dan keengganan masyarakat datang berobat ke rumah sakit karena ketakutan akan tertular virus Covid-19. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesungguhnya hanya mengikuti  kenaikan inflasi, hanya berpengaruh kecil terhadap kesehatan keuangan BPJS Kesehatan.

Berdasarkan data BPJS yang dipublikasi Desember 2019, capaian peserta sudah mencapai 83%, 224,1 juta jiwa dari total 269 juta penduduk. Pemerintah mentarget agar 100% dari penduduk dapat dilindungi oleh program JKN. Namun ada banyak kendala dalam mencapai universal coverage bagi seluruh rakyat sesuai amanat UUD 1945 pasal 28 H ayat 3: "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat". Yang diimplementasikan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU No 40. Tahun 2004) dan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (UU No 24 tahun 2011).

Bahwa Negara Kita telah memilih system Asuransi Sosial sebagai system untuk perlindungan Kesehatan semesta, dimana seluruh peserta wajib untuk mengiur secara gotong- royong sesuai dengan Prinsip SJSN. Iuran tersebut dibagi dalam kategori: 1. Iuran yang dibayarkan oleh Negara: Peserta Bantuan Iuran (PBI) . 2. Iuran yang dibayarkan oleh Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 3. Iuran yang dibayarkan oleh Pemberi Kerja swasta dan Pemerintah. Dari laporan Keuangan dan operasinal BPJS 2018 dan 2019 didapati bahwa sektor PBPU adalah penyumbang Devisit terbesar untuk Dana BPJS Kesehatan, dimana kontribusi iuran yang disetorkan jauh dibawah jumlah klaim bagi peserta PBPU. Iuran BPJS Kesehatan mengalami beban secara hitungan aktuaria. Hal ini diakibatkan oleh jumlah pengiur yang baru tercakup sekitar 83% jumlah penduduk. Sekitar 17% lagi belum tertanggung yang jumlahnya cukup besar.

Sehingga secara aktuaria peserta pengiur menanggung biaya bagi peserta yang belum tercakup kepesertaan. Seharusnya iuran bisa lebih ringan dengan manfaat bisa lebih besar bila ada ketaatan dan cakupan yang semesta. Selain pendapatan dari PBPU, BPJS juga memperoleh iuran dari PBI kontribusi Pemerintah. Kontribusi pemerintah daerah perlu diintensifkan termasuk kontribusi dari Cukai Rokok sebagai persentase imbal hasil dari penghasilan asli daerah dari cukai rokok. Kontribusi dari cukai rokok ini masih sangat minim dari dana yang seharusnya disetorkan dari daerah.

Bagaimana penanganan masalah keuangan dan pelayanan ini?

 Peningkatan Pembayaran Iuran dari Sektor PBPU Jumlah sektor informal di Indonesia terus meningkat, seiring informalisasi sektor formal. Hal ini terjadi di berbagai sektor seperti financial, transportasi, distribusi, jasa marketing, dll. Sektor informal jenis seperti ini sebenarnya dapat dikategorikan setengah formal. Karena masih ada hubungan kontrak kerja kemitraan yang legal. Operator juga dapat dilibatkan dalam pembayaran iuran, apabila pemerintah dapat meregulasi sector Industri yang termasuk dalam Industri Digital ini (4.0). Para penyedia kontrak kemitraan seperti transportasi online, online distribusi, online marketing, dll. dapat dikerjasamakan dalam bentuk MOU atau sejenisnya untuk mengutipkan pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Namun hal ini harus bekerjasama dengan multi departemen yang merupakan wilayah Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan.  Diperlukan juga sinkronisasi pendataan karena beberapa dari mereka juga memiliki double atau triple job yang salah satunya telah tercover oleh BPJS Kesehatan.

Untuk mengcover sector informal yang rentan dan tidak tetap, dapat dikolaborasikan dengan BPJS Tenaga Kerja yang telah memiliki Perisai sebagai alat kolektor yang melibatkan pemangku kepentingan. Dengan system ini peserta BPJS Kesehatan dapat memperoleh manfaat tabungan JHT, Pensiun, Kematian dan Kecelakaan kerja. Sehingga mereka tidak merasa uang yang disetorkan hangus bila tidak ada pelayanan Kesehatan selama menjadi peserta.   Iuaran yang dibayarkan oleh Negara dalam bentuk PBI Pemerintah mengkontribusi iuran BPJS Kesehatan bagi PBI secara berkala sesuai dengan data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang jumlahnya saat ini mencapai 97,3 juta orang. Sebenarnya kontribusi PBI dan anggaran pemerintah untuk Kesehatan saat ini baru berkisar 5% dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto), masih jauh dibawah pembiayaan Kesehatan negara-negara lain yang berkisar 10% sampai 30% PDB. Sehingga ruang fiscal negara berbanding negara lain masih renggang untuk pembiayaan Kesehatan dalam kondisi normal. Kontribusi kenaikan untuk bantuan pemerintah juga dimungkinkan undang-undang, sehingga pemerintah dapat mencadangkan anggaran setiap tahunnya kepada BPJS Kesehatan sebagai dana talangan dan elemen investasi.

Untuk memastikan likuiditas dan pelayanan, BPJS dalam jangka Panjang perlu memiliki data terintegrasi sendiri, yang dapat bersinergi dengan data BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga tidak tergantung pada data dari Kementerian Sosial. Karena data BPJS seharusnya lebih focus dan terintegrasi secara langsung. Hal ini diakibatkan oleh turn over dalam pekerjaan dan angka turn over yang tinggi bagi pekerja PBPU atau informal. Data tersebut harus bersinergi dengan data BPJS Ketenagakerjaan. Integrasi data tersebut akan memungkinkan pelayanan terpadu dan efisiensi pelayanan BPJS di masa depan.

Korea Selatan misalnya memiliki data terintegrasi dalam system employment insurance nya. Sehingga pendataan berkenaan jaminan sosial mulai dari system iuran, pendataan keanggotaan, klaim, PHK, pensiun, sampai meninggal dunia dari setiap peserta dan anggota keluarga dapat terdata dan terintegrasi dengan cepat. Sehingga klaim dan pencairan anggaran menggunakan system informasi managemen yang efisien. Pelayanan jaminan yang terintegrasi pendataan yang sinergi ini akan meningkatkan kepuasan peserta dalam hal pelayanan.

Iuran yang dibayarkan oleh Pemberi Kerja, termasuk Pemerintah. Tahun 2019, pekerja Formal mencapai  55.272.968 orang, sementara pekerja informal 74.093.224 orang. Sekitar 40 juta pekerja penerima upah menjadi peserta secara aktif termasuk pekerja yang diiur oleh pemerintah sebagai pemberi kerja. Jumlah ini adalah jumlah potensi untuk kontribusi Jaminan Sosial karena kolektifitas iurannya paling tinggi baik dari segi jumlah maupun ketaatan. Pembayar di sektor formal ini harus dipertahankan dan diadakan pendekatan persuasive dalam rangka peningkatan jumlah kepesertaan di sektor swasta. Kordinasi dan kolaborasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan sebagai pembina hubungan insdustri dan pengawasan harus ditingkatkan dalam rangka pengembangan sosial dialog. Ketegasan penegakan hukum harus dilakukan dengan pendekatan persuasive dan simulasi. Pelatihan dan sosialisasi dalam rangka penyadaran hukum ketenagakerjaan dan strategi untuk menang Bersama dan sejahtera bersama bagi kedua pihak. Aktivitas perlu dilakukan dengan melibatkan kedua belah pihak baik pengusaha dan buruh. Pendekatan lunak ini akan menimbulkan inisiatif kedisiplinan berbanding tindakan keras yang justru meningkatkan potensi korupsi dan fraud.

Tindakan Preventif Bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, preventif untuk terjadinya pembengkakan biaya perawatan di fasilitas Kesehatan lanjutan dapat diminimalisasi. Mengingat rumah sakit rujukan juga tidak semua memiliki fasilitas yang terintegrasi. Rumah Sakit saat ini sudah lebih mengarah ke spesifikasi. BPJS sudah memberi kategori A sampai dengan E untuk kategori rumah sakit, agar peserta dapat memilih rumah sakit sesuai dengan fasilitas yang ada. Juga BPJS Kesehatan akan menyetop kerjasama dengan rumah sakit yang dianggap tidak memenuhi standard. Fasilitas dan higienis di faskes tingkat pertama seperti puskesmas saat ini harus lebih ditingkatkan. Karena faskes tingkat pertama ini merupakan ujung tombak pelayanan Kesehatan sampai ke tingkat paling terpencil.

Dengan perbaikan fasilitas di tingkat I ini, rujukan ke rumah sakit lanjutan bisa berkurang dan dana BPJS Kesehatan dapat dihemat tanpa mengurangi pelayanan yang ada. Puskesmas juga harus menjadi ujung tombak informasi masyarakat untuk hidup lebih sehat yang diprakarsai dengan meniru  pengembangan informasi berbasis pelayanan POSYANDU. Hal ini untuk menurunkan tingkat jenis penyakit katastropik yang terus naik tajam. Dimana penyakit katastropik ini menyedot lebih dari 30% seluruh anggaran biaya BPJS termasuk operasional. Penyakit ini diakibatkan oleh kebiasaan konsumsi dan hidup yang tidak sehat seperti merokok, ritme hidup tidak teratur, konsumsi lemak jenuh, kimia berbahaya dan karbohidrat tinggi.

Presentasi makalah ini saya presentasikan di DPR ketika uji kelayakan calon DEWA BPJS Kesehatan. Saya fokus pada perbauikan masalah kinerja keuangan, karena prihatin atas kinerja keuangan yang terus memburuk. Bahkan dalam dengar pendapat baru-baru ini peimisme Direksi BPJS Kesehatan akan kesehatan keuangan BPJS masih terus menghantui. Bila ini terus berlanjut tanpa niat baik untuk melakukan reformasi  sebagian telah saya urai di atas, maka kita sebagai rakyat akan pesimis BPJS Kesehatan dapat melayani rakyat dengan baik secara berkelanjutan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar