konsolidasi buruh

Minggu, 17 November 2013

Lomenik gugat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi):

 Usut Pungli dan UMP DKI

Release:
Cita-cita Negara ini didirikan adalah dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Lebih dari 80% asset Negara indonesia dikuasai oleh asing dalam bentuk manufaktur, Infrastruktur, Pertambangan, Bumi, Air, Pertanian, Perkebunan, dll., dimana masyarakat Indonesia bekerja pada sektor-sektor tersebut.

Upah selain sebagai bagian dari biaya kebutuhan hidup, juga adalah bagian dari pembagian hasil dari penguasaan modal. Eksploitasi terus - menerus dalam bentuk upah murah sudah saatnya dihentikan dan memulai era hidup layak bagi buruh. Dari total 100% UMP DKI hanya 30% yang dapat dipakai untuk biaya kebutuhan fisik belanja harian atau setara Rp. 22.000/ hari. Menurut Penelitian yang dilakukan Serikat Buruh dengan ACIl’s sekitar 75% buruh di Indonesia bekerja dengan status kontrak dan outsoursing. Mereka hanya menerima UMP/UMK dan bahkan banyak yang tidak memenuhi ketentuan normatif. Itulah mengapa UMP/UMK menjadi bagian yang sangat penting dalam rangka proteksi sosial bagi buruh yang bekerja. Penghasilan itu sangat minim dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi anak, perlindungan ibu mengandung, pendidikan dasar yang merupakan bagian dari tujuan MDG’s yang harus dicapai tahun 2015.

Sejak krisis Amerika dan Eropa dan diikuti oleh krisis di berbagai negara kaya, Orientasi investor global mulai berobah dan cenderung memperkuat ekonomi kawasan dimana mereka berinvestasi. Produksi cenderung mencari tempat efisien untuk memasarkan produk sekaligus. Itulah mengapa daya beli di mana modal berinvestasi menjadi penting. Menuju Free Trade Asean 2015, Negara-negara di Asean berusaha meningkatkan daya beli dengan meningkatkan upah secara progressif. Thailand dan Philipin misalnya yang upah sebelumnya hampir sama dengan Indonesia, kini merangkak naik dan diperkirakan di tahun 2014 telah mencapai hampir Rp. 4.000.000.

UMP DKI yang merupakan barometer Indonesia hanya naik 10% merupakan upaya menurunkan tingkat kesejahteraan buruh yang telah berupaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekitar 6% tahun ini, dan penurunan daya beli akibat kenaikan harga BBM, Rumah, Listrik, Air, tahun 2013 telah menaikkan beban buruh lebih dari 30%.

Dengan penigkatan biaya hidup tersebut di bulan July 2013, Apindo dapat menerima kenaikan upah 2014 sebesar 20% kecuali untuk industri kecil. Namun kenyataanya kenaikan UMP DKI hanya 10%, jauh dari nilai tuntutan buruh yang 50%, bahkan angka yang sebenarnya dapat diakses oleh pengusaha sebesar 20%. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar kami, mengapa pemerintah DKI lebih kapitalis dari Apindo? apakah ada kemungkinan politisasi upah buruh ini dilakukan menjelang pemilu dalam rangka memanfaatkan margin angka rasional untuk penghimpunan dana pemilu? Karena konon Bodetabek juga secara rasional akan mengikuti angka persentase kenaikan UMP DKI Jakarta.

Untuk itu kami meminta KPK :
1. Melakukan pemantauan terhadap Instansi Pemerintahan DKI yang sudah melakukan penurunan terhadap daya beli buruh di DKI. Ini mencurigakan karena Apindo sebelumnya di bulan Juli 2013 dapat menerima kenaikan upah minimum provinsi di 2014 sebesar 20%. Kami mengkhawatirkan margin perbedaan 10% kenaikan ini dapat dinegoisasikan dalam rangka perhelatan politik 2014.
2. Meminta KPK untuk mendukung kenaikan upah buruh secara progressif, mengingat data dari Bank Dunia tahun 2012, biaya buruh dalam produksi hanya 10%-12% sementara pungutan liar sebesar 20%-22%. Kami mensinyalir dana ini juga termasuk dana-dana politik yang pada gilirannya dipakai untuk melakukan eksploitasi terhadap buruh dalam bentuk premanisme politik dan birokrasi. Bila upah buruh dinaikkan secara progressif dapat memaksa pengusaha mengurangi angka pungutan liar yang sebagian besar merupakan korupsi birokrasi.

Jakarta, 13 November 2013
PENGURUS PUSAT
FEDERASI LOGAM MESIN DAN ELEKTRONIK SERIKAT BURUH
SEJAHTERA INDONESIA




Dedih Suhendi  Presiden             Eduard P. Marpaug Sekjen

Like ·  · 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar