konsolidasi buruh

Rabu, 06 April 2022

Ibukota Nusantara Dan Fasilitasi Transisi

Opini: Eduard Parsaulian Marpaung

Palu DPR RI telah diketuk. Dengan demikian sudah dipastikan ibukota RI ada di Kaltim. Melihat poros Politik Indonesia dan poros Kapital yang menguasai arus politik, sepertinya dalam jangka menengah kekuatan politik Indonesia akan mengarak ke Timur. 

Ini adalah ide yang baik untuk pemerataan ekonomi, tapi harus hati-hati, pemindahan ibu kota tidak semata masalah ekonomi, tapi ada masalah ekologi, politik,pertahanan keamanan, susial dan hak azasi manusia khususnya terkait keadilan lingkungan dan ketenagakerjaan.

 Ekologi

Kalimantan Timur, memang kurang potensi untuk pertanian. mayoritas lahan rendah unsur hara dengan lahan gambut yang menyimpan banyak gas metan. Kalimantan Timur tidak memiliki gunung berapi yang dapat secara permanen menambah nutrisi tanah dari dalam perut bumi. Sehingga masyarakat yang mayoritas petani, kurang meminati bercocok tanam karena butuh usaha ganda untuk memperoleh hasil pertanian berbanding dengan masyarakat di Jawa dan Sumatra.

 Hutan Kalimantan sebagaian besar telah rusak oleh pertambangan batu bara. Juga eksplorasi lahan sawit yang massif. Ekplorasi industri yang menyita banyak lahan ini, tambah memiskinkan dan mematikan lahan yang sebenarnya rendah nutrisi bagi tanah. Untuk masa depan, lahan-lahan sawit yang terbengkalai, juga lahan bekas eksplorasi  batu bara akan menjadi lahan terbuka tandus tak berpenghuni. mayoritas eksplorasi ini dilakukan oleh para pengusaha dari barat yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan.

 Pemindahan ibukota jangka panjang juga akan mengakibatkan ekplorasi pada lahan-lahan hutan yang masih alami. Akan terjadi bencana ekologi akibat ekplorasi lanjutan terhadap lahan hutan yang masih terjaga kelestarian flora dan fauna di dalamnya. Pemindahan Ibukota akan mebawa banyak penyakit sosial, karena kota ini lebih banyak mengumbar janji, padahal masyarakat yang diharapkan pindah ke Ibukota baru ini adalah masyarakat dari barat yang mayoritas dimanja oleh alam di barat. Harus juga diantisipasi tradisi para buruh perkotaan di barat akan dukungan bantuan sosial dari keluarga, mereka akan dengan mudah pindah ke pertanian, bila mengalami PHK di kota. Mayoritas orang di barat memiliki rumah ke dua di kampung halamannya. Dengan mudah mengeksplorasi tanah yang memang memiliki nutrisi lebih akibat alam yang bersahabat. Di Kalimantan, butuh usaha lebih dan profesional untuk mengolah lahan pertanian yang mayoritas gambut dan nutrisi tanah yang rendah. Butuh konsultan pertanian profesional sebagai pendamping. Butuh modal bantuan subsidi bagi para petani pemula. Hal ini juga perlu diantisipasi pemerintah. 

 Belum lagi modal yang cekak untuk pindah ke Kalimantan Timur. Pemerintah yang semula merencanakan pindah dengan modal asing dan swasta, ternyata terpaksa merogoh kantong APBN, yang saat ini justru dibutuhkan untuk memfasilitasi transisi dari ekonomi yang sekarat akibat Covid 19. 

 Pemerintah  tidak mempersiapkan fasilitas kota yang berkelanjutan. Fasilitas sanitasi bawah tanah untuk penampungan limbah untuk daur ulang sebelum hasil air murni bisa dibuang ke laut atau dimanfaatkan ulang untuk pertanian dan industri. Konsep pembangunan dengan modal yang cekak justru akan membuat rencana pembangunan yang kota eksploitatif. Pembangunan Kota Nusantara dikhawatirkan tidak beda dengan konsep kota-kota baru di Barat. Menimbulkan polusi di udara, tanah dan air. Daerah Kalimantan yag Sebagian memiliki ambang batas emisi nol, akan meningkat tajam. Laut-laut pantai yang masih penuh dengan berbagai aneka ragam ikan yang mudah diperoleh nelayan, akan menghilang karena limbah rumah tangga dan industry. Dikhawatirkan pemindahan ibukota baru tanpa analisis dampak lingkungan yang konperhensif, justru akan memindahkan struktur kehancuran alam dari barat ke timur. Ketergantungan akan investasi asing di kota baru ini, apalagi bila tanpa konsep keberlanjutan  akan menghadirkan pengembangan kota yang eksploitatif.

 Pembangunan Ibukota Nusantara, juga harus memperhatikan rencana ketersediaan energi dan air dalam jangka paling tidak 50 tahun ke depan untuk minimal 20 juta penambahan penduduk. Bila tidak, industry baru dan ibukota baru yang dibangun akan menimbulkan masalah besar. Kota ini akan tergantung banyak dari bahan bakar fosil jangka Panjang. Tidak sesuai dengan komitmen global untuk menurunkan emisi dan pengurangan bahan bakar fosil. Memang ada rencana membangun fasilitas dam penampung air dan pembangkit energi tenaga air. Tapi tidak memadai untuk jangka Panjang. Kalimantan bukan daerah pegunungan yang memiliki cadangan curah hujan yang tinggi seperti Bogor. Atau penyimpanan air bawah tanah. Pengembangan kota di Kaltim harus juga memperhitungkan ketersediaan air jangka Panjang. Artinya akan ada pengalihan cadangan air dari wilayah lain yang menyebabkan ketidakseimbangan alam baru.  bahkan rencana cadangan penggunaan penyulingan  air laut yang juga bisa merusak ekosistem di laut. Ini akan menjadikan Kalimantan Timur menjadi kota yang mahal. Yang membutuhkan struktur Jaminan Sosial Khusus dari negara.

 

Politik

Lebih 70% masyarakat saat ini tinggal dan diuntungkan dari perputaran ekonomi di Barat, bahkan sebagian besar dari penduduk di Timur memiliki peruntungan di Barat  dan mentransfer ekonominya ke Timur. 

Bukan hanya lokal yang terpengaruh. Pemindahan ibukota ke Timur juga berdampak secara global. Perubahan arus transportasi ke Timur akan menghemat transportasi dari Asia  ke  Pasifik. 

Pemindahan Ibukota ke Timur tanpa transisi, adalah ide radikal yang sangat berbahaya secara ekonomi dan politik. Karena, bila tidak diantisipasi akan berdampak serius terhadap kematian perputaran ekonomi di Barat.

Hal ini disebabkan oleh terhentinya secara mendadak perencanaan investasi jangka panjang  di wilayah Barat baik berupa bandara internasional, pelabuhan internasional, manufaktur dan industri jangka panjang dan menengah. 

Omnibus Law Ciker adalah sebuah rencana suppoting untuk eksodus manufaktur jangka panjang dan menengah dengan ide eazy hiring, eazy fairing,  eazy moving. 

Banyak para pemodal menengah yang merupakan mayoritas investor negeri ini, tak siap untuk bertarung jangka panjang. Juga para buruh yang menengah dan mapan dan di atas 35 tahun bila harus pindah ke ibukota baru.

Memulai hidup dan peruntungan di kota baru butuh waktu minimal 30 tahun. Ini berkaca dari pembentukan kota-,kota baru di Batam, Cikarang, Tangerang.  Pemindahan Kantor Pemerintah Pusat  sebaiknya dilakukan belakangan. Harus membangun infrastruktur pemerintahan Otonom Induk Provinsi yang didukung oleh Industri manufaktur terlebih dahulu. Karena para pegawai pemerintah akan membawa suami, istri dan keluarga mereka yang butuh lapangan kerja. Potensi bagi buruh usia muda untuk memulai investasi, pun para pengusaha muda, anak cucu konglomerat.

Untuk mengantisipasi kontraksi sosial ekonomi dan politik jangka pendek dan panjang, perlu diantisipasi dengan pembentukan 2 dua  Pemerintahan Induk Provinsi. Provinsi Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kedua Induk  Provinsi bentukan ini diberi status Otonomi khusus. Induk  Provinsi Timur berpusat di Kaltim dan Induk Provinsi  Barat di Jakarta. 

Posisi dari kepala daerah, adalah setingkat Menteri yang memiliki perwakilan DPRD sendiri. Kepala daerah dipilih oleh DPRD hasil pemilu Induk Provinsi Besar.

Pemindahan Ibukota saat ini tidak mempertimbangkan masalah strategi jangka menengah dan panjang. Karena dengan perpindahan poros transportasi global ke Timur indonesia, bila tidak ada antisipasi kekuatan ekonomi politik di Barat, maka akan mengakibatkan matinya transportasi udara dan laut di teluk Jakarta, Surabaya  dan Bandara  Cengkareng.

Bila ada antisipasi pemerintahan bagian Induk Provinsi Otonom, maka akan ada keseimbangan transisi yang harus dibayar. Tidak menjadi politisi yang arogan dan egois. Pergi melongos dan meninggalkan rakyat Barat  tanpa proses transisi yang adil.

 

Ketenagakerjaan

Pemindahan ibukota baru, akan menimbulkan persoalan baru bagi ketenagakerjaan. Perpindahan massif para buruh muda dari Barat ke Timur ini, akan menimbulkan keterkejutan ekonomi. Tambahan subsidi keluarga sebagai rumah kedua penopang masalah sosial ketika terjadi guncangan akibat PHK, atau bencana ekonomi seperti Covid-19 akan sulit. Apalagi bila keluarga penopang tidak ikut pindah dan menjual asetnya untuk pindah ke Nusantara. Artinya Negara harus memfasilitasi jaminan sosial khusus di Ibukota Negara baru ini. Bahkan sampai saat ini, teritori Ibukota Nusantara belum jelas. Apakan masuk dalam bagian provinsi Kalimantan Timur, atau menjadi satu Kawasan Provinsi Ibukota baru. Bila tidak ada penegasan batas wilayah otoritas otonomi dan kewenangan, maka akan mempersulit kinerja Ketua Otorita saat ini untuk melakukan kinerja. Belajar dari Batam yang memiliki banyak masalah tumpeng tindih kewenangan dan penganggaran, sebaiknya Pemerintah pusat segera memutuskan luasan wilayah dan strategi jangka panjang peta perencanaan. Tidak bisa cuma punya konsep bangun bangunan ibukota tanpa integrasi perencanaan pembangunan kawasan integrasi.

 Membangun Kota artinya akan membangun berbagai fasilitas terintegrasi: Kawasan Industri, Kawasan wisata, Kawasan belanja, Kawasan hunian berbagai golongan dan kluster ekonomi, Kawasan pergudangan, Kawasan industry pertahanan, Kawasan ketersediaan support konsumsi dan pertanian, Kawasan pusat  bisnis terintegrasi,  dll. Kawasan ini harus dipetakan dalam jangka Panjang untuk menampung lebih dari 20 juta penduduk dalam berbagai Kawasan dan fasilitas. Pemetaan ini harus  dibuat dengan cakupan minimal seluas DKI, dengan dukungan daerah terintegrasi dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan di daerah. Bila master plan ini bisa dibuat, barulah bisa memarket kota ini keberbagai investor. Karena memiliki strategi jangka pendek, menengah dan Panjang.

 Kawasan Nusantara harus terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur. Harus ada lobby ke Pemerintah Provinsi untuk memetakan cakupan wilayah baru di Kalimantan. Bila tidak, pengembangan ibukota baru, hanya cuma konsep, yang tak akan bisa di design sebagai sebuah kota yang berkelanjutan di masa datang. Kota ini hanya akan jadi kota bajakan baru dalam rangka pemenuhan pundi-pundi para kroni birokrat dan politik.

 Bagaimana memiliki konsep ingin mengundang para investor dan pekerja muda dengan berbagai kemudahan ekonomi dan sosial, bila daerah yang dipromosikan adalah bagian daerah yang terikat secara kebiojakan ke Kepala Provinsi. Bukankan wewenang promosi ini seharusnya diperankan oleh Gubernur Kaltim. Bila tidak ada kebijakan pemetaan dan pemisahan wilayah Provinsi, Ibukota Nusantara justru akan menimbulkan konflik baru di masyarakat dan birokrasi.

 Sulit mengharapakan kebijakan fasilitas transisi ketenagakerjaan di Ibukota Nusantara bila tidak ada pemisahan daerah. Karena bila pemerintah melakukan kebijakan berbeda yang disebut wilayah otorita, aka nada protes dari DPRD setempat. Promosi Presiden untuk menawarkan kalangan muda pindah ke IKN, hanya akan dimaknai sebagai penawaran yang tidak serius. Ketua Otorita, hanya akan jadi pemimpin wilayah yang memakan fasilitas negara tanpa kinerja. Karena akan sulit mendapatkan dukungan kinerja karena tidak memiliki wewenang. Seharusnya ketika DPR mengetuk palu pemindahan Ibukota ke IKN, sudah ada segera susulan UU kewilayahan Ibukota IKN, dengan cakupan provinsi dan kewenagan khusus daerah dan wilayah otonom.

 

Pemerintah harus membuat kebijakan support transisi khusus di daerah IKN terkait tambahan manfaat jaminan kepastian kerja, fasilitas upah, tunjangan perumahan, tunjangan keluarga muda, tunjangan fasilitas bagi keluarga senior yang memiliki anak usia produktif, fasilitas pendamping pertanian, tunjangan khusus untuk melahirkan dan sekolah anak, jaminan kemudahan perbankan untuk kemudahan berusaha, jaminan ketersediaan fasilitas air-listrik-pengelolaan limbah padat dan cair murah berkelanjutan, dll.  Dengan berbagai fasilitas ini, aka ada kepastian kenyamanan dan jaminan khusus. Dengan syarat Provinsi ini terpisah dengan otonomi khusus dan luas. Sehingga pemimpin daerah ini memiliki kreativitas dan kemudahan membangun sebuah Kawasan terintegrasi yang berwawasan keberlanjutan yang langsung berhubungan dengan Pemerintah Pusat.

 Pertahanan Keamanan

 Pertahanan keamanan Indonesia tak bisa dipandang remeh. Pemindahan ibukota baru yang langsung berdekatan dengan salah satu negara adikuasa baru Cina, akan menimbulkan ketegangan baru bila hubungan diplomatic tidak ditatakelola dengan baik. Indonesia, tidak bisa dipandang remeh di kancah pertahanan global karena memiliki kemandirian sebagian alat pertahanan senjata. Mampu membuat berbagai kendaraan tempur taktis di laut dan darat, bahkan merencanakan membuat pesawat tempur sendiri bekerjasama dengan Korea Selatan. Bahakan memiliki beberapa fasilitas nuklir modern, kendati non senjata dan kemampuan mandiri mengembangkan rudal jarak pendek dan menengah yang dengan mudah diaplikasi menjadi senjata pemusnah baik nuklir maupun semi nuklir.

Pemindahan ibukota baru dengan pulau yang langsung berhadapan laut dengan laut yang bersengketa secara langsung dengan Cina di Laut Natuna, akan menimbulkan ketegangan jangka panjang bila pendekatan soft diplomatic tidak dikelola dengan baik.

 Sudah pasti, pemindahan ibukota baru ini akan juga memprioritaskan pemindahan strategi pengembangan pertahanan keamanan. Akan ada focus pengembangan industry pertahanan baru di pulau ini. Seperti fasilitas latihan tempur, industry persenjataan dan kendaraan tempur laut, darat dan udara, sekolah dan akademi pertahanan, dll. Hal ini akan menimbulkan ketegangan baru dan kecurigaan baru. Kemitraan selama ini akan pengembangan kemandirian pertahaan yang lebih ke barat dan Korea Selatan yang juga mitra Barat, akan dipantau oleh kelompok negara yang berbatasan dari blok Cina dan Korea Utara. Atau bahkan bisa sebaliknya, Cina akan menggunakan soft powernya menawarkan kerjasama yang lebih mudah untuk pengembangan kemandirian pertahanan Indonesia dalam rangka kemitraan jangka panjang negara bertetangga yang menimbulkan kecurigaan Barat. Karena mudah dan menguntungkan bagi Cina melakukan pendekatan pertahanan, karena sudah lebih penetrasi melalui pendekatan investasi ekonomi. Indonesia harus menjaga semua kepentingan, agar tidak menjadi boomerang di masa depan.

 Ada banyak pertimbangan lainnya yang harus didesign secara konperhensif Bersama semua pemangku kepentingan, karena pemindahan Ibukota Baru tak semudah pindah rumah. Semoga tulisan ini bisa menjadi masukan untuk semua pengambil kebijakan.